Pernahkah kita melakukan beberapa
pekerjaan sekaligus dalam satu waktu? Misalnya saja, menyetir mobil sambil
memainkan ponsel. Atau, bayangkan saja seorang ibu rumah tangga menggendong
anaknya, sambil melakukan aktivitas memasak dan menerima telepon dari suaminya.
Multi-tasking. Istilah tersebut
memang sedang tren belakangan ini. Bahasa sederhanya adalah mengerjakan banyak
tugas dalam satu waktu. Dalam hal ini, wanita termasuk kedalam kelompok yang
sering mengalami multi-tasking. Hal itu disebabkan karena wanita sering
melakukan hal yang tidak terkait sama sekali. Lihat saja keseharian seorang ibu
rumah tangga. Setiap pagi ia harus menyiapkan sarapan, menyiapkan kebutuhan
anak dan suami yang akan pergi ke kantor dan sekolah, sambil membersihkan
rumah. Apalagi jika ibu rumah tangga tersebut juga bekerja. Ia juga harus
menyiapkan kebutuhannya sendiri termasuk berdandan. Bandingkan dengan sang
suami yang hanya sarapan, membaca koran, lalu pergi ke kantor. Jadi, wajar
rasanya apabila wanita dianggap lebih mampu melakukan tugas dan tanggung jawab
ganda dibandingkan pria.
Eits, tapi tunggu dulu! Jika
dilihat secara sekilas, dengan melakukan multi-tasking kita memang dapat
menyelesaikan banyak pekerjaan dalam saat yang bersamaan. Namun, dengan multi-
tasking, kita hanya mencapai quantity dan bukan quality.
Mitos vs Fakta Multitasking
Persepsi yang salah kaprah
mengenai multi-tasking, sering dijadikan sebagai acuan dalam pola berpikir
bahwa multi-tasking merupakan suatu added value dan dianggap hebat, tetapi hal
itu sebenarnya persepsi yang salah.
Beberapa mitos mengenai pun bermunculan, antara lain :
1. Multitasking
membuat kita bisa mengerjakan lebih banyak pekerjaan
Mitos ini bisa
berarti benar, bisa juga tidak, tergantung dari masing-masing orang. Faktanya,
mengerjakan tugas satu demi satu memang membutuhkan waktu yang lama. Tapi, kita
harus ingat, manusia adalah makhluk yang spesifik dan unik. Tidak semua orang
mampu mengerjakan sesuatu secara multi- tasking.
2. Multitasking
hemat waktu?
Persepsi ini
juga salah! Kenapa? Karena kembali ke fungsi otak manusia, dimana otak
membutuhkan waktu beberapa detik untuk kembali ke pekerjaan sebelumnya saat ia
bekerja multitasking. Jangan lupa, manusia bukan komputer yang bisa memproses
informasi dengan cepat. Ketika kita
membuat kesalahan, maka kita harus mengulang kembali yang pada akhirnya malah
membuang waktu.
3. Multitasking
tidak merugikan siapa-siapa
Terkadang
multitasking juga malah merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Contoh paling
jelas adalah saat ibu menghangatkan makanan untuk anaknya sambil mengakses
internet untuk membayar tagihan melalui e-banking. Dalam kondisi seperti itu,
ia harus tetap memperhitungkan apakah bisa fokus atau tidak melakukan semuanya.
Salah-salah, makanan yang dihangatkan malah menjadi hangus.
Penyebab Ketidakseimbangan Mental
Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, terdapat dampak yang kurang baik dari multi-tasking, terutama
pengaruhnya terhadap kesehatan. Multi-tasking memicu berbagai gangguan otak,
termasuk stres dan kemarahan yang tidak terkontrol. Seorang ibu yang melakukan
beberapa aktivitas dalam satu waktu sekaligus, apabila tidak mencapai hasil
yang maksimal, maka bisa saja terserang stres yang berlebihan. Efeknya tentu
saja tidak baik bagi anggota keluarga lain, terutama anak kita. Stres
menyebabkan ibu mudah tersinggung, marah, dan menangis.
Beberapa penelitian mengungkapkan
bahwa seorang ibu cenderung memiliki konflik batin ketika melakukan dua atau
lebih pekerjaan sekaligus. Hal ini disebabkan karena ibu punya ketakutan dengan
komentar negatif dari lingkungan jika pekerjaan yang dilakukan terlihat tidak
beres. Masalah tersebut akan menjadi beban batin sendiri bagi sang ibu.
Satu Demi Satu
Multi-tasking, dapat juga disebut
pekerjaan yang tidak terorganisir. Segala sesuatu yang tidak terorganisir hanya
akan menghasilkan sesuatu yang tidak maksimal., bahkan dapat menyebabkan
stress. Melakukan pekerjaan satu demi satu akan mengurangi beban baik secara
fisik maupun mental dan secara tidak langsung dapat mengurangi stress. Ketika
pekerjaan kita organize, kita justru dapat menikmati setiap pekerjaan yang kita
lakukan.
Faktanya, mengerjakan tugas satu
demi satu memang membutuhkan waktu yang lama, namun kualitasnya lebih optimal.
Berbeda dengan multi- tasking cenderung memberi hasil yang kurang maksimal.
Membiasakan diri untuk mengatur pekerjaannya secara lebih teratur akan
mengurangi risiko stres dan gangguan kesehatan.
Menetapkan skala prioritas dan
membuat daftar pekerjaan secara lebih teratur akan lebih membantu daripada
melakukannya secara multi-tasking. Selamat mencoba!
0 Response to "MULTI-TASKING ITU HEBAT? BENARKAH?"
Post a Comment